Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya
Renungan Harian 2:05 PM
Di
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada umumnya
yang terpilih menjadi kepada daerah atau pemerintahan adalah
putera/puteri daerah yang terbaik. Sebaliknya yang menjadi pastor kepala
paroki belum tentu putera daerah atau bahkan berasal dari daerah jauh,
maklum fungsi atau peran pastor paroki kiranya berbeda dengan kepala
daerah. Pastor paroki memiliki panggilan kenabian dalam fungsi dan
tugasnya, yaitu menyampaikan dan memperjuangkan kebenaran-kebenaran
sebagaimana diwahyukan oleh Tuhan melalui aneka pembelajaran dan
permenungan atas apa yang tertulis di dalam Kitab Suci. Perbedaan
pemimpin agama dan pemimpin daerah ini sering kelihatan jelas, misalnya
saat Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke Yogyakarta bagi umat wilayah
Keuskupan Agung Semarang khususnya dan warga propinsi Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dalam waktu berhimpitan ada
kunjungan kerja Presiden RI di Semarang dalam rangka membuka Lokakarya
Kebudayaan Jawa. Kunjungan Paus meskipun ada beberapa yang menentang,
namun lebih banyak orang atau warga masyarakat ikut menikmati buahnya,
yaitu kesejahteraan, sementara dalam kunjungan Presiden di Semarang
cukup banyak warga masyarakat, khususnya mereka yang miskin, para tukang
becak dan asongan di pinggir jalan tak boleh bekerja alias harus
berpuasa.
"Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya." (Mrk 6:5)
Karena
seorang nabi memiliki tugas pengutusan untuk mewartakan
kebenaran-kebenaran atau pembaharuan cara hidup dan cara bertindak, maka
jika yang terpanggil untuk menjadi 'nabi' adalah teman yang telah lama
dikenal pada umumnya orang kurang percaya kepadanya. Menghormati rekan
sendiri memang lebih sulit daripada menghormati orang lain, namun hemat
saya jika kita terhadap saudara-saudari dekat tidak dapat saling
menghormati, maka menghormati orang lain yang jauh merupakan pelarian
tanggungjawab. Marilah dengan rendah hati kita saling menghormati
saudara-saudari kita yang setiap hari hidup dan bekerja bersama dengan
kita.
Jika
salah seorang dari saudara atau kenalan dekat kita terpanggil untuk
menjadi orang baik, apalagi tokoh penting dalam masyarakat atau bangsa
atau agama, hendaknya kita bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan
dan secara konkret menghormati orang yang bersangkutan selayaknya. Kami
berharap kita mendoakan saudara-saudari kita yang terpanggil menjadi
'nabi' karena yang bersangkutan pasti harus menghadapi tantangan dan
hambatan berat dalam rangka memperjuangkan kebenaran-kebenaran,
mengingat dan mempertimbangkan kebohongan-kebohongan masih merebak di
sana-sini dalam hidup dan bekerja bersama. Sebaliknya kepada mereka yang
terpanggil menjadi 'nabi' dan kurang atau tidak dihormati oleh
saudara-saudari serta kenalan-kenalan dekatnya, kami harapkan untuk
tetap tabah dan setia mengemban tugas panggilan kenabian.
Dalam
hidup dan bekerja bersama yang masih sarat dengan kebohongan dan
perilaku amoral seperti korupsi masa ini menghayati rahmat atau
panggilan kenabian sungguh penting dan mendesak. Sebagai umat beriman
kita semua memiliki tugas panggilan kenabian, maka kami harapkan kita
senantiasa setia pada panggilan ini, meskipun harus menghadapi aneka
tantangan, masalah dan hambatan. Miliki keteguhan hati dalam mengemban
tugas panggilan kenabian, dan pecayalah dengan keteguhan hati anda pasti
sukses menghayati panggilan kenabian, dan mungkin kesuksesan tidak
sempat kita nikmati, melainkan orang lain yang akan menikmatinya. Nasib
seorang nabi memang pada umumnya dibenci dan dikejar-kejar untuk
disingkirkan dan ada kemungkinan juga dibunuh secara halus, sebagaimana
pernah dialami oleh 'Munir' yang diracun dalam perjalanan dengan pesawat
Garuda ke luar negeri. Darah nabi akan menjadi pupuk yang menyuburkan iman umat Allah.
"Cukuplah
kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku
menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas
kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku
senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam
kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus.
Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (2Kor 12:9-10)
Kutipan
dari surat Paulus kepada umat di Korintus di atas ini kiranya dapat
menjadi pegangan atau kekuatan kita dalam penghayatan iman yang ditandai
oleh tugas pengutusan kenabian. "Aku senang dan rela di dalam
kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan
dan kesesakan oleh karena Kristus (Tuhan)" ,kata-kata inilah yang
selayaknya menjadi pedoman atau pegangan cara hidup dan cara bertindak
kita sebagai umat beriman. Hidup dan terpanggil menjadi nabi memang
harus mengandalkan sepenuhnya pada kekuatan dan rahmat Tuhan serta tidak
mengandalkan atau menyombongkan kekuatannya sendiri, yang sebenarnya
lemah dan rapuh.
Bersama
dan bersatu dengan Tuhan kita pasti akan mampu mengatasi aneka
tantangan, masalah dan hambatanm, bahkan baik tantangan, masalah dan
hambatan justru akan semakin membuat diri kita lebih handal dalam
menghayati panggilan kenabian, sebagaimana 'Pendowo Limo'(Lima
bersaudara): Puntodewo, Werkudoro, Janoko, Nakulo dan Sadewo yang
dibuang dan disiksa di tengah hutan belantara oleh
saudara-saudaranya di Astino, tidak hancur melainkan justru semakin
handal dan tangguh sebagai kesatria. Maka jika anda baik, benar, jujur
dan tulus hati harus menghadapi masalah, tantangan dan hambatan,
hendaknya hal itu dijadikan wahana untuk semakin mendewasakan diri dan
membuat diri semakin handal dan tangguh.
"Hai
anak manusia, Aku mengutus engkau kepada orang Israel, kepada bangsa
pemberontak yang telah memberontak melawan Aku. Mereka dan nenek moyang
mereka telah mendurhaka terhadap Aku sampai hari ini juga.Kepada
keturunan inilah, yang keras kepala dan tegar hati, Aku mengutus engkau
dan harus kaukatakan kepada mereka: Beginilah firman Tuhan ALLAH. Dan
baik mereka mendengarkan atau tidak -- sebab mereka adalah kaum
pemberontak -- mereka akan mengetahui bahwa seorang nabi ada di
tengah-tengah mereka." (Yeh 2:3-5), demikian firman Tuhan Allah
kepada nabi Yeheskiel, yang kiranya juga baik kita jadikan firmanNya
kepada kita semua, umat beriman. Marilah kita hadapi dan sikapi orang
yang keras kepala dan tegar hati dengan lemah lembut dan rendah hati
seraya mengandalkan rahmat dan kekuatan Tuhan. Sekeras kepala dan
setegar hati apapun jika kita dekati dengan lemah lembut, rendah hati
dan kasih pasti akan takluk. Bukankah binatang buas pun dapat
ditaklukkan dengan kasih dan lemah lembut, apalagi manusia.
"
Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga.
Lihat, seperti mata para hamba laki-laki memandang kepada tangan
tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya,
demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita, sampai Ia
mengasihani kita. Kasihanilah kami, ya TUHAN, kasihanilah kami, sebab
kami sudah cukup kenyang dengan penghinaan;jiwa kami sudah cukup kenyang
dengan olok-olok orang-orang yang merasa aman, dengan penghinaan
orang-orang yang sombong."
(Mzm 123)
Redaksi : Rm Ign Sumarya, SJ
Posted by
Kasih Yesus
on
2:05 PM
.
Filed under
Renungan Harian
.
You can follow any responses to this entry through the
RSS 2.0