Kamu adalah Garam dan Terang Dunia

"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga" (Mat 5:13-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St Yustinus, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

Dalam hidup bersama dimana pun dan kapan pun hemat saya senantiasa ada tata tertib atau aturan yang harus dihayati atau dilakukan oleh siapapun yang ada dalam kebersamaan tersebut. Kebanyakan orang masa kini kurang peka terhadap aturan atau tata tertib, apalagi melakukannya, maka hemat saya setia menghayati atau melakukan aturan atau tata tertib tanpa cacat pada masa kini rasanya sungguh merupakan suatu bentuk kemartiran tersendiri. Dengan kata lain salah satu bentuk kemartiran yang kiranya baik kita hayati pada masa kini antara lain setia pada panggilan, tugas pengutusan beserta aturan atau tata tertib yang menyertainya. Maka sekali lagi perkenankan saya mengutip lagi salah satu arti atau makna setia. "Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat. Ini  diwujudkan dalam perilaku tetap memilih dan mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari godaan-godaan lain yang lebih menguntungkan" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24-25). Kami berharap kepada kita semua, entah panggilan, tugas pengutusan maupun pekerjaan apapun, untuk senantiasa setia melaksanakan atau menghayatinya. Godaan-godaan berupa aneka kenikmatan yang merongrong hidup setia pada masa kini memang banyak sekali. Marilah kita hadapi aneka godaan dengan penuh perjuangan dan pengorbanan, meneladan Yesus yang begitu setia melaksanakan tugas penyelamatan dunia sampai harus menderita dan wafat di kayu salib. Dengan kata lain kami harapkan kita juga berusaha untuk memperdalam dan memperkembangkan matiraga atau lakutapa.

"Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah" (1Kor 1:22-24). Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita sering membuat tanda salib, semoga hal ini tidak sekedar basa-basi atau liturgis belaka, melainkan sungguh menjadi nyata dalam cara hidup dan cara betindak yang dijiwai oleh Yang Tersalib. Dengan kata lain cara berpikir kita hendaknya meneladan cara berpikir Yang tersalib, yaitu senantiasa rela mengorbankan diri demi keselamatan atau kebahagiaan orang lain, terutama kebahagiaan atau keselamatan jiwanya. Semoga dimana pun dan kapan pun kita senantiasa mengutamakan dan mengusahakan keselamatan jiwa umat manusia. Secara konkret kiranya kita dapat bercermin pada pasangan laki-laki dan perempuan yang sedang berpacaran dan 'mabuk cinta', bukankah masing-masing senantiasa mengusahakan keselamatan pasangannya. Antara lain demi pacar meskipun lelah tidak mengakui lelah, meskipun lapar tidak mengakui lapar, meskipun tidak enak mengakui enak dst.. Cinta macam itu kiranya tak masuk akal, dan memang cintakasih sejati sering tak mungkin dapat difahami secara logis belaka. Memberitakan salib hemat saya senada memberitakan atau menyebarluaskan cintakasih, yang tak kenal batas ruang dan waktu, suku, bahasa maupun agama. Cinta kasih sejati berasal dari Allah, dan merupakan 'kekuatan Allah dan hikmat Allah'.

"Bersyukurlah kepada TUHAN dengan kecapi, bermazmurlah bagi-Nya dengan gambus sepuluh tali! Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai! Sebab firman TUHAN itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan.Ia senang kepada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia TUHAN." (Mzm 33:2-5).


Redaksi : Rm Ign Sumarya SJ

Posted by Kasih Yesus on 8:59 AM . Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0

2010 Kasih Yesus Kristus . All Rights Reserved. - Written by Frans Firdaus