Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal
Renungan Harian 6:21 AM
Sikap
mental budaya instant kiranya begitu menjiwai cara hidup dan cara
bertindak banyak orang masa kini, sebagai dampak maraknya atau
membanjirnya aneka jenis makanan dan minuman instant di pasaran begitu
bebas. Ada orang yang ingin cepat-cepat kaya dan untuk itu dengan
seenaknya melakukan korupsi dalam tugas pekerjaan atau jabatannya, ada
muda-muda atau generasi muda tergesa-gesa ingin menikmati hubungan
seksual, padahal belum menjadi suami-isteri, dan yang cukup
memprihatikan serta mendasari semuanya itu adalah para pelajar atau
siswa ingin cepat naik kelas atau lulus ujian tetapi tidak pernah
belajar, belajar ketika menjelang ulangan atau ujian. Budaya instant sangat
dekat dengan budaya materialistis, dimana kesuksesan atau keberhasilan
hidup, penghayatan panggilan atau pelaksanaan tugas kewajiban berpedoman
pada buah harta benda atau uang yang dapat diperoleh dan dikumpulkan.
Orang bangga dengan memiliki harta benda atau uang banyak sekali, bangga
memiliki gedung/rumah megah dan sarana-prasarana modern dan canggih,
sehingga banyak orang mengaguminya, tetapi menjadi pertanyaan apakah
mereka juga mengasihinya. Kami mengajak anda sekalian untuk hidup dan
bekerja tidak terbatas pada kesuksesan materi, yang dapat musnah dalam
sesaat, melainkan mengusahakan sesuatu yang bertahan sampai kekal,
selamanya, yaitu nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup, sebagaimana
disabdakan oleh Yesus hari ini.
"Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal" (Yoh 6:27)
Nilai-nilai
atau keutamaan-keutamaan hidup sebenarnya ada di dalam atau melekat
dalam hidup dan kerja kita sehari-hari, jika kita sungguh hidup baik dan
bekerja sesuai dengan tata tertib atau aturan yang berlaku. Dengan kata
lain 'bekerja untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup kekal' ,
yaitu mengusahakan nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup, hemat
kami berupa memperjelas dan menyingkapkan nilai atau keutamaan yang
telah kita hayati dalam hidup maupun kerja. "Values clarification" = pencerahan atau penyingkapan nilai-nilai, itulah yang harus kita usahakan bersama-sama dalam hidup dan kerja kita.
Para
pendidik dan pemerhati pendidikan yang sungguh beriman dan bermoral
mengusulkan pendidikan nilai atau keutamaan dalam proses pembelajaran
atau pendidikan di masa awal Reformasi, yang dikoordinir oleh Prof Dr
Edi Sedyawati dan menerbitkan buku kecil berjudul "Pedoman Penanaman
Budi Pekerti Luhur" (Balai Pustaka – Jakarta 1997). Dalam buku kecil ini
diuraikan secara singkat apa yang dimaksudkan dengan budi pekerti
luhur, yang antara lain berisi nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan
seperti "bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman,
berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan,
bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur,
bertanggungjawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis,
efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati,
lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai
kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdian, pengendalian
diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang, rasa percaya
diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil, sikap
tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tatap
janji, terbuka, ulet". Nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan di atas
ini kiranya secara inklusif ada dalam cara hidup dan cara bertindak kita
maupun saudara-saudari kita, maka marilah kita singkapkan, dan kemudian
kita perdalam.
Saya
tak jemu-jemunya mengingatkan dan mengajak para orangtua agar dalam
mendidik dan membina anak-anaknya senantiasa lebih mengutamakan agar
anak-anak tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik, bermoral dan
berbudi pekerti luhur. Maka hendaknya anak-anak sedini mungkin dididik
dan dibiasakan untuk menghayati nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan
tersebut di atas, dan para orangtua kiranya dapat memilih nilai atau
keutamaan mana yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak
maupun lingkungan hidupnya. Selanjutnya kami berharap kepada para
pengurus, pengelola atau pelaksana karya pendidikan atau sekolah, lebih
mengutamakan agar para peserta didik lebih unggul dan handal dalam
penghayatan nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan di atas, bukan dalam
hal kepandaian atau kepintaran. Akhirnya kami berharap kepada para
orangtua dan pendidik/guru dapat menjadi teladan dalam penghayatan
nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan di atas.
"Kamu
telah belajar mengenal Kristus.Karena kamu telah mendengar tentang Dia
dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam
Yesus,yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu,
harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh
nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan
pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut
kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya" (Ef 4:20-24).
Kutipan
di atas ini kiranya baik untuk direnungkan dan dihayati oleh kita semua
yang percaya kepada Yesus Kristus, entah secara formal maupun informal
atau siapapun yang berkehendak baik. Kita dipanggil untuk "menanggalkan
manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang
menyesatkan, supaya diperbaharui di dalam roh dan pikiran kita, dan
mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di
dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya". Menjadi manusia baru berarti hidup suci atau kudus serta menghayati dan menyebarluaskan aneka kebenaran.
Suci
atau kudus berarti membaktikan diri seutuhnya kepada kehendak dan
perintah Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak sehari-hari dimana
pun dan kapan pun, sehingga senantiasa memiliki cara melihat, cara
merasa, cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak sesuai dengan
cara Tuhan, tidak mengikuti caranya sendiri atau seenaknya sendiri. Maka
kepada siapapun yang masih hidup dan bertindak hanya mengikuti
keinginan atau selera pribadi kami harapkan untuk bertobat atau
memperbaharui diri, hendaknya setia menghayati atau melaksanakan
janji-janji yang telah dikrarkan ketika mulai menempuh dan mengarungi
hidup baru, entah sebagai suami-isteri, imam, bruder atau suster, hidup
berkeluarga maupun hidup membujang.
"Aku
telah mendengar sungut-sungut orang Israel; katakanlah kepada mereka:
Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan
kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN,
Allahmu." (Kel 16:12), demikian firman Tuhan kepada Musa, yang
sedang memimpin bangsa terpilih menuju 'tanah terjanji' . Firman ini
kiranya baik untuk kita renungkan ketika di dalam perjalanan penghayatan
hidup atau panggilan maupun pelaksanaan tugas pengutusan kita
menghadapi kesulitan, tantangan atau masalah berat, yang dengan mudah
membuat kita mengeluh atau menggerutu. Baiklah jika kita mengeluh atau
menggerutu, hendaknya diarahkan kepada Tuhan, dengan kata lain berdoa
untuk mohon rahmat dan pencerahan serta kekuatan dari Tuhan. Percayalah
jika kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan, maka Tuhan juga
akan menganugerahkan aneka kebutuhan dan sarana-prasarana yang kita
butuhkan, sehingga kita dengan bantuan rahmat Tuhan mampu menuntaskan
panggilan maupun tugas pengutusan kita.
"Ia
memerintahkan awan-awan dari atas, membuka pintu-pintu langit,
menurunkan kepada mereka hujan manna untuk dimakan, dan memberikan
kepada mereka gandum dari langit; setiap orang telah makan roti
malaikat, Ia mengirimkan perbekalan kepada mereka berlimpah-limpah." (Mzm 78:23-25)
Redaksi : Rm
Posted by
Kasih Yesus
on
6:21 AM
.
Filed under
Renungan Harian
.
You can follow any responses to this entry through the
RSS 2.0