Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya
Renungan Harian 8:39 AM
"Seorang
murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada
tuannya. Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti
gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya.
Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya. Jadi
janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatu pun yang
tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang
tersembunyi yang tidak akan diketahui. Apa yang Kukatakan kepadamu dalam
gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke
telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah." (Mat 10:24-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi
atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Petrus Faber,
imam Yesuit, sahabat St.Iignatius Loyola, hari ini saya sampaikan
catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Pertama-tama
saya minta maaf kalau hari ini saya mengambil bacaan dan tema pesta
St.Petrus Faber, imam Yesuit, karena saya juga imam Yesuit. Petrus Faber
adalah seorang anak gembala domba, dan baru setelah usia 10 th ia
belajar membaca dan menulis. Dalam tugas belajarnya ia akhirnya belajar
di Universitas Sorbone-Paris, yang terkenal waktu itu sampai sekarang,
dan di universitas ini ia berkenalan dengan Ignatius Loyola serta
kemudian berguru kepada Ignatius Loyola perihal Latihan Rohani atau olah
kebatinan Kristiani. Dan selanjutnya ia menjadi sahabat Ignatius
Loyola, gurunya, sampai mati. Petrus Faber meneladan gurunya, Ignatius
Loyola, memberitakan Kabar Baik "dari atas rumah", yang berarti
mengatasi melintasi batas daerah maupun suku dan bangsa alias siap sedia
diutus untuk mewartakan Kabar Baik ke seluruh dunia. Semangat merasul
para pengikut St.Ignatius Loyola memang siap sedia untuk memasuki
daerah-daerah 'frontier' , di perbatasan aneka masalah, tantangan, suku
dan bangsa, di antara ketegangan-ketegangan kehidupan atau remang-reman
kehidupan untuk menanggapi sabda Yesus:"Apa yang Kutakataan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang". Yang
disabdakan oleh Yesus dalam gelap berarti dalam permenungan, meditasi
atau kontemplasi, dimana dalam doa-doa ini orang menerima pencerahan dan
pewahyuan baru, yang selanjutnya diteruskan kepada saudara-saudarinya
dimana pun dan kapan pun. Kami berharap kepada segenap umat beriman
untuk tidak takut dan tidak gentar meneruskan atau mewartakan apa yang
baik, benar dan suci yang diterima atau ditemukan dalam doa atau
pembelajaran dan pembacaan kepada siapapun dan dimanapun dalam hidup,
pekerjaan dan pelayanan sehari-hari.
· "Demikianlah
pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang
dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan
kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak
mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang
disalibkan.Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan
sangat takut dan gentar." (1Kor 2:1-3), demikian kesaksian iman
Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua umat beriman,
khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus. "Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan", inilah
yang hendaknya kita renungkan atau refleksikan. Beriman kepada Yesus
Kristus tanpa mengimani Dia sebagai Yang Tersalib demi keselamatan jiwa
seluruh dunia, umat manusia, kiranya tidak berarti apa-apa. Mengimani
Yang Tersalib berarti senantiasa siap sedia dengan jiwa besar dan hati
rela berkorban untuk menghayati iman, setia pada panggilan dan tugas
pengutusan, meskipun untuk itu harus menderita dalam menghadapi aneka
tantangan, masalah dan hambatan. "Jer basuki mowo beyo" = Untuk hidup mulia, bahagia dan damai sejahtera orang harus siap sedia untuk menderita dan berkorban, demikian
kata pepatah Jawa. Penderitaan dan pengorbanan yang mendatangkan
kebahagiaan dan kedamaian, secara manusia kiranya telah dihayati oleh
rekan-rekan perempuan yang telah bersuami, yaitu dengan menderita sakit
karena mengorbankan keperawanannya dalam relasi kasih dengan suaminya
(penderitaan yang sama kiranya juga dihayati ketika sedang melahirkan
anaknya). Maka benarlah bahwa dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya
rekan-rekan perempuan lebih siap sedia dan rela untuk berkorban demi
kebahagiaan dan kesejahteraan orang lain. Marilah kita saling berkorban
guna mengusahakan hidup bahagia dan damai sejahtera bersama. Kami
berharap agar anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan
dibiasakan dalam hal berkorban demi kebahagiaan dan kesejahteraan orang
lain, dengan kata lain jauhkan semangat atau sikap mental memanjakan
anak-anak, yang pada giliranya akan mencelakakan mereka.
"Terpujilah
Engkau, Tuhan, Allah nenek moyang kami, yang patut dihormati dan
ditinggikan selama-lamanya. terpujilah nama-Mu yang mulia dan kudus,
yang patut dihormat dan ditinggikan selama-lamanya. Pujilah Tuhan, hai
segala malaekat Tuhan, nyanyikanlah dan tinggikanlah Dia selama-lamanya" (Dan 3:52.58)
Redaksi : Rm. Ign. Sumarya, SJ
Posted by
Kasih Yesus
on
8:39 AM
.
Filed under
Renungan Harian
.
You can follow any responses to this entry through the
RSS 2.0