Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih

Kesan pertama kali pada umumnya akan begitu membekas di dalam hati, apalagi apa yang dilihat pertama kali kemudian juga sering terjadi. Itulah yang hidup dalam kebersamaan kita di masyarakat. Di masyarakat kita berlaku kebiasaan bahwa sekali orang berbuat jahat akan dengan mudah dipandang sebagai penjahat, dengan kata lain ada sikap mental dalam diri kita ini lebih mudah mengadili orang lain, yang berarti memandangnya sebagai orang jahat daripada dengan rendah hati melihat kemungkinan bagi orang untuk bertobat dari kejahatannya. Pada masa Orde Baru pernah terjadi gerakan yang disebut 'Bersih Diri' dan 'Bersih Lingkungan', dalam rangka mengusahakan pemerintahan yang bersih. Yang dimaksudkan dengan 'Bersih Diri' adalah bahwa orang sama sekali tidak terlibat dalam 'Gerakan 30 September' (G30S) PKI, sedangkan 'Bersih Lingkungan' dimasudkan bahwa orang yang bersangkutan tidak ada ikatan/relasi keluarga dengan tokoh PKI. Masa itu orang yang tak 'bersih diri' maupun 'bersih lingkungan' tidak dapat menjadi
pegawai negeri apalagi pejabat pemerintahan. Itulah sikap mental Farisi pada masa itu, mereka merasa bersih, padahal sebenarnya adalah penjahat kelas kakap, antara lain berbuat jahat dengan korupsi, memeras hak rakyat. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan perihal Yesus yang mengampuni pendosa besar, karena sang pendosa dengan rendah hati mohon kasih pengampunanNya.

"Sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi.Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih." (Luk 7:44-47)

Perempuan yang mendatangi Yesus serta membasaki kakiNya dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya adalah pendosa besar, dan di tengah masyarakat dikenal sebagai pelacur klas kakap. Pendosa macam ini kiranya dinilai sebagai 'sampah masyarakat', karena mengkomersiel-kan kemolekan tubuhnya untuk memenuhi nafsu seksual lelaki, dan dengan demikian menjadi batu sandungan untuk berdosa alias menyebabkan orang lain berdosa. Ada kemungkinan perempuan macam ini terpaksa melacurkan diri yang disebabkan oleh lelaki yang tak bertanggungjawab; dengan kata lain dari hatinya yang terdalam ada kerinduan untuk bertobat, maka ketika menerima sentuhan hati Yesus yang murah hati serta penuh dengan belas kasih pengampunan ia pun bertobat.

Kita mungkin dapat meneladan sang perempuan yang bersangkutan atau meneladan Yesus. Meneladan sang perempuan berarti betapa besar atau kecil dosa kita, marilah dengan rendah hati kita mohon kasih pengampunan Tuhan, serta tidak melakukan dosa lagi. Sebagai wujud terima kasih atas kasih pengampunanNya kita hidup mengasihi siapapun tanpa pandang bulu. Meneladan Yesus berarti hidup dan bertindak dengan kasih pengampunan kepada orang lain tanpa pandang bulu. Secara konkret hal ini antara lain dapat kita wujudkan: sebagai orangtua ketika melihat anaknya kurang ajar hendaknya dididik dan didampingi dengan penuh kasih agar bertobat, sebagai guru atau pendidik ketika melihat peserta didik 'bodoh' alias kurang dapat menerima dan memahami pengajaran yang disampaikannya, hendaknya peserta didik yang bersangkutan dididik dan didampingi dengan penuh kesabaran dan kerendahan hati.

Kepada kita semua marilah kita sadari dan hayati bahwa kepada kita Tuhan menganugerahi kesempatan dan kemungkinan untuk bertobat atau memperbaharui diri. Kami percaya dalam kehidupan sehari-sehari di tengah masyarkat pasti ada kemungkinan dan kesempatan bagi kita semua untuk bertobat atau memperbaharui diri, maka ketika ada kesempatan dan kemungkinan hendaknya segera dimanfaatkan dan tidak disia-siakan. Sebagai orang beriman kita semua juga dipanggil untuk senantiasa memberi kesempatan dan kemungkinan bagi orang lain untuk bertobat atau memperbaharui diri. Ingatlah dan sadari serta hayati bahwa Tuhan juga menganugerahi kesempatan dan kemungkinan kepada kita semua untuk bertobat. Jika sampai kini kita masih dianugerahi kehidupan itu berarti kita dianugerahi kesempatan dan kemungkinan untuk bertobat dan memperbaharui diri, maka marilah kita senantiasa berusaha untuk bertobat, berubah menjadi semakin suci, semakin bermoral atau semakin berbudi pekerti luhur.

"Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus" (Gal 2:19-21)

"Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku", inilah yang kiranya baik untuk kita renungkan atau refleksikan. Sebagai orang beriman kita semua diharapkan hidup dan bertindak dalam Tuhan, bukan hidup dan bertindak seenaknya sendiri, mengikuti selera atau keinginan pribadi. Dalam hidup bersama dimana pun kita akan menghadapi tata tertib atau aturan, maka langkah awal agar kita dapat hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Tuhan alias di dalam Tuhan tidak lain adalah setia melaksanakan aneka tata tertib atau aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.

Semua aturan atau tata tertib bersumber dari dan bermuara pada cintakasih, maka marilah kita senantiasa hidup dalam dan oleh cintakasih, karena kita semua diciptakan, diperkembangkan atau dibesarkan dalam dan oleh cintakasih, tanpa cintakasih kita tak mungkin hidup sebagaimana adanya pada saat ini. Sekali lagi kami ingatkan dan angkat bahwa salah satu wujud cintakasih yang sangat mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan pada masa kini adalah 'memboroskan waktu dan tenaga bagi yang terkasih'. Maka dengan rendah hati kami ajak para orangtua untuk sungguh memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya, terutama anak-anak pada usia balita. Kepada para pemimpin atau atasan kami harapkan sungguh memboroskan waktu dan tenaga bagi yang dipimpin atau bawahan.

Ibu Teresa dari Calcuta menasihati kita semua agar senantiasa dengan dan dalam cintakasih yang besar dalam melakukan segala sesuatu. "Bukan besarnya pekerjaan yang penting, melainkan pekerjaan sekecil apapun hendaknya dilaksanakan atau dilakukan dengan cinta kasih besar". Cintakasih besar hemat saya senada dengan pemborosan waktu dan tenaga bagi yang terkasih. Dengan ini kami berharap kepada kita semua: marilah tugas pekerjaan atau kewajiban sekecil apapun kita laksanakan dengan cintakasih yang besar. Dengan cintakasih yang besar pekerjaan sebesar dan seberat apapun juga dapat diselesaikan dengan baik dan memuaskan. Ketika  kita semua melakukan segala sesuatu dengan cintakasih yang besar, maka hidup bersama dimana pun dan kapan pun akan damai sejahtera, nikmat dan selamat, menarik, memikat dan mempesona.

"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak."

 (Mzm 32:1-2.5.7)



Redaksi : Rm Ign Sumarya SJ

Posted by Kasih Yesus on 9:20 AM . Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0

2010 Kasih Yesus Kristus . All Rights Reserved. - Written by Frans Firdaus