Bait Allah adalah Rumah DOA
Renungan Harian 8:48 AM
Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa itu berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab semua orang terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia. (Luk 19:45-48)
Bacaan Pertama: 1Mak 4:36-37,52-59; Mazmur Tanggapan: 1Taw 29:10-12
Para seniman-lukis sering melukis Yesus sebagai seorang laki-laki
yang lemah lembut, seorang gembala yang sedang mengelus-elus anak domba,
gambaran yang tidak salah namun dapat menyesatkan. Mengapa? Karena
Yesus dapat menjadi “berbahaya” apabila Bapa-Nya tidak dihormati dengan
layak. Ia memang marah ketika memasuki Bait Allah seperti diceritakan
dalam bacaan Injil di atas. Sebagai manusia seratus persen, Yesus
mengalami keseluruhan aspek emosi manusia seperti kita alami. Rasa
sedih, belarasa, rasa takut, sukacita, rasa takjub, dan bahkan marah –
semua dikenal oleh Yesus selagi Dia hidup di atas muka bumi ini.
Kebenaran yang indah dari iman kita adalah bahwa Yesus datang ke
tengah dunia untuk menebus humanitas kita, bukan untuk menggantinya
dengan suatu model yang baru. Bukanlah suatu kejahatan untuk menjadi
seorang manusia yang beremosi. Bayangkanlah seorang suami mengatakan
kepada istrinya, “Aku cinta padamu”, namun bebas dari emosi sedikitpun!
Seorang pribadi manusia adalah suatu campuran dari makhluk/pengada yang
badani (physical being), yang kognitif (cognitive being), yang rasional (rational being), yang beremosi (emotional being), yang rohani (spiritual being).
Pada waktu Allah merancang kita dan memberkati atau menganugerahkan
kepada kita berbagai emosi dengan rentangan yang cukup lebar dari ujung
yang satu ke ujung lainnya, Ia pun mengumumkan bahwa hal tersebut adalah
baik, malah sungguh amat baik! (lihat Kej 1:31). Marilah kita
menyadari, bahwa emosi-emosi kita hanya akan menggiring kita kepada
kesusahan apabila kita memperkenankan emosi-emosi itu menguasai proses
pemikiran kita, jadi mengaburkan kemampuan kita untuk berjalan dalam
kesatuan dan persatuan dengan Allah.
Kemarahan yang tak terkendali memang dapat memutuskan relasi kita
dengan Allah, namun kemarahan Yesus di Bait Allah merupakan suatu
tanggapan yang tertata dengan baik, yang mengalir dari relasinya dengan
Allah. Yesus mengetahui benar bahwa area Bait Allah dimaksudkan sebagai
sebuah tempat doa di mana umat yang takut akan Allah dapat berkumpul
untuk melakukan rituale penyembahan kepada YHWH-Allah dan mencari
intervensi-Nya dalam kehidupan mereka. Para penukar uang dan penjual
hewan untuk kurban merupakan suatu aspek yang diperlukan bagi upacara
penyembahan di Bait Allah, namun tempat-tempat berdagang mereka itu
harus terletak di sebelah luar Bait Allah. Sebaliknyalah yang terjadi:
“kota” dibawa masuk ke dalam Bait Allah, bukan Kerajaan Allah dibawa
masuk ke dalam kota.
Yesus memiliki semangat yang sama sehubungan dengan hati kita (Bait
Roh Kudus; 1Kor 6:19) seperti semangat-Nya sehubungan dengan Bait Allah.
Apakah kita pernah memperkenankan bisnis dunia (ada yang diperlukan
secara mutlak) sepenuhnya mendominir hati kita? Pernahkah kita
memperkenankan emosi-emosi kita untuk mempengaruhi keputusan-keputusan
dan menghalangi jalan kita bersama Allah? Yesus ingin mengangkat
humanitas kita sehingga menjadi cerminan diri-Nya. Roh Kudus-Nya ingin
sekali membuat diri kita seperti Yesus sehingga memampukan kita
menunjukkan kepada dunia apa artinya menjadi sepenuhnya hidup!
DOA: Tuhan Yesus, datanglah dan masuklah ke dalam
hatiku, dan bersihkanlah segala sesuatu yang tidak berkenan di mata-Mu.
Buanglah jauh-jauh “pasar hiruk pikuk” yang berada di pusat hatiku
sehingga yang ada adalah ruangan untuk-Mu saja. Tuhan Yesus, jadikanlah
hatiku seperti hati-Mu. Amin.
Posted by
Kasih Yesus
on
8:48 AM
.
Filed under
Renungan Harian
.
You can follow any responses to this entry through the
RSS 2.0